DIMENSI SOSIAL WANITA
DAN PERMASALAHANNYA
A. Status Sosial Wanita
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, 2001 status adalah keadaan atau kedudukan orang/badan dan sebagainya dalam hubungannya dengan masyarakat dan sekitarnya. Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat. Status sosial wanita berarti kedudukan wanita dalam masyarakat.
Menurut Sukanto Soedono, 1990 status sosial atau kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Status wanita mencakup dua aspek yaitu :
1. Aspek otonomi wanita. Aspek ini mendiskripsikan sejauh mana wanita dapat mengontrol ekonomi atas dirinya dibanding dengan pria.
2. Aspek kekuasaan sosial. Aspek ini menggambarkan seberapa berpengaruhnya wanita terhadap orang lain di luar rumah tangganya.
Status wanita meliputi :
1 Status reproduksi, yaitu wanita sebagai pelestari keturunan. Hal ini mengisyaratkan bila seorang wanita tidak mampu melahirkan anak, maka status sosialnya dianggap rendah dibanding wanita yang bisa mempunyai anak.
2. Status produksi, yaitu sebagai pencari nafkah dan bekerja di luar. Santrock (2002) mengatakan bahwa wanita yang bekerja akan meningkatkan harga diri. Wanita yang bekerja mempunyai status yang lebih tinggi dibanding dengan wanita yang tidak bekerja.
Namun dewasa ini status wanita masih dipandang lebih rendah dari pada status laki-laki. Apabila pasangan suami istri mengalami in-fertil, kebanyakan masyarakat menganggap wanita yang mandul. Begitu pula bila anak-anaknya nakal, maka yang dipersalahkan adalah ibu. Walaupun wanita banyak yang telah bekerja menghasilkan nafkah, namun dipandang masih belum mempunyai status sosial yang sama dengan laki-laki. Laki-laki dipandang lebih mampu, lebih cakap atau lebih kuat untuk bekerja.
B. Nilai Wanita
Menurut kamus besar bahasa lndonesia 2001, nilai berarti harga, mutu, kadar, sifat-sifat yang penting yang berguna bagi kemanusiaan.
Sejak zaman dulu perempuan sering diperlakukan nista di seluruh penjuru dunia dalam sejarah, Perempuan dianggap sebagai setengah manusia, makhluk pelengkap, konco wingking, dan sejenisnya dimana hak dan kewajiban, terlebih lagi peradaban masyarakat Nasrani Kuno abad ke-5 M, mereka menyatakan bahwa perempuan tidak memiliki ruh suci. Pada abad ke-6 Masehi perempuan tercipta hanya untuk melayani laki-laki semata-mata.
Dizaman peradaban Yunani Kuno pada kalangan kerajaan, mereka menempatkan perempuan sebagai makhluk yang terkurung datam istana. Kalangan dibawahnya menjadikan perempuan, bebas diperdagangkan. Saat perempuan sudah menikah, suami berhak melakukan apa saja. terhadap istrinya. Pada peradaban Romawi perempuan kedudukannya di bawah kekuasaan sang ayah, dimana setelah menikah berpindah kepada suami. Kekuasaan yang dimilik sangat mutlak, sehingga berhak menjual, mengusir, menganiaya bahkan sampai membunuh.
Pada abad ke-7 Masehi, perempuan sering menjadi barang sesajen bagi para dewa oleh masyarakat Hindu kuno. Hak hidup bagi perempuan yang bersuami tergantung hidup mati suaminya. Jika suaminya meninggal, maka istri harus dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya dibakar. Pada peradaban masyarakat Cina mempunyai petuah-petuah kuno yang tidak manuasiawi terhadap perempuan. Selain itu wanita harus berupadaya membahagiakan suaminya, walaupun dengan cara yang menyakitkan bagi perempuan, sebagai contoh peradaban perempuan melilit kakinya sertahun-tahun sehingga bentuk kakinya menjadi runcing karena untuk menyerupai bunga teratai. Ajaran Yahudi melaknati perempuan, karena perempuan yang mengakibatkan Adam keluar dari Surga. Seorang ayah berhak menjual anak perempuan bila tidak mempunyai anak laki-laki. Peradaban Arab jahiliyah menghalalkan membunuh bayi karena terlahir sebagai bayi perempuan. Seorang istri menjadi hak penuh suami.
Gambaran ilustrasi peradaban di atas menyiratkan bagi kita, nilai perempuan yang sangat rendah dibanding laki-laki. Pada zaman sekarang nilai wanita juga masih dianggap rendah, tidak setinggi nilai laki-laki dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Dalam keluarga anak lebih takut atau lebih patuh pada ayah dibanding pada ibu. Di kehidupan masyarakat, laki-laki lebih diutamakan dari pada perempuan.
C. Peran Wanita
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001 peran berarti tingkah laku yang diharapkan yang dimiliki wanita sehubungan dengan kedudukannya di masyarakat.
Merurut Soekanto Soerjono, 1990 peranan (role) merupakan dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.
Menurut Kartono Kartini, 1992 peran wanita sebagai berikut:
1. Peran wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam keluarga
a. Ibu rumah tangga penerus generasi. Perempuan berperan aktif dalam peningkatan kualitas generasi penerus sejak dalam kandungan.
b. Istri dan teman hidup partner seks. Sikap istri mendampingi suami merupakan relasi dalam hubungan yang setara sehingga dapat tercapai kasih sayang dan kelanggengan perkawinan.
c. Pendidik anak. Anak memperoleh pendidikan sejak dalam kandungan. Memberikan contoh berperilaku yang baik karena anak belajar berperilaku dari keluarga. Ibu dapat memberikan pendidikan akhlaq, budi pekerti, pendidikan masalah reproduksi.
d. Pengatur rumah tangga. Perempuan menjaga, memelihara, mengatur rumah tangga, menciptakan ketenangan keluarga. Istri mengatur ekonomi keluarga, pemelihara kesehatan keluarga, menyiapkan makanan bergizi tiap hari, menumbuhkan rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap sanitasi rumah tangga juga menciptakan pola hidup sehat jasmani, rohani dan sosial.
2. Peran wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam masyarakat sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif.
Wanita berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wanita berperan akif dalam pembangunan dalam berbagai bidang seperti dalam pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, sosial, budaya untuk kemajuan bangsa dan negara.
Pada masa Orde Baru organisasi wanita meringkas peran perempuan sebatas 3 hal yaitu sebagai istri, ibu dan ibu rumah tangga. Hal ini menyebabkan tanpa disadari oleh perempuan bahwa tidak adanya tempat bagi perempuan untuk mengekspresikan fikiran bagi kemajuan kaum perempuan dari sudut kepentingan perempuan. Keadaan ini menyebabkan banyak kasus kekerasan dan ketidakadilan menimpa perempuan di masyarakat, baik itu kekerasan domestik, kekerasan pada buruh perempuan atau kekerasan perempuan di Daerah Operasi Militer (DOM). Organisasi perempuan saat itu memainkan peran sub ordinasi dan menyebarkan citra peran ideal perempuan sebatas 3 hal dalam konotasi kodrat dan kodrat. Perempuan dicitrakan lemah lembut, tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan suami, menjadi istri penurut, dan anak perempuan yang patuh. Sebagai contoh Dharma Wanita (Dr.Hj. Aida Vitalaya S Hubies cit UNFPA, Kantor Menneg PP dan BKBN, 2001). Oleh karena itu Dharma Wanita dibubarkan pada era Reformasi.
Dalam Peraturan Presiden RI no. 7 Th 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 disebutkan bahwa peran wanita masih rendah dibandingkan dengan peran laki-laki. Masalah utama dalam pembangunan dan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup peran perempuan terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik. Data Susenas 2003 menunjukkan bahwa penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya 2 kali lipat laki laki (11,56% dibanding 5,43%). Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar 12, 28%, sedang penduduk laki-laki sebanyak 5,84%. Pada tahun 2000, angka kematian ibu masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi anemia gizi besi bumil masih tinggi, sebanyak 50,9% (SKRT, 2001). Berdasarkan Susenas 2003, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih rendah, yaitu 44,81% dibanding laki-laki 76,21 %. Di bidang politik, meskipun UU no 21 tahun 2003 tentang pemilu mengamanatkan keterwakilan 30% perempuan di lembaga legislatif, namun hasil pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya hal tersebut. Perempuan di DPR hanya 11,6%, di DPD hanya 19,8% (Data Komisi Pemilihan Umum). Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahya prosentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, III sebanyak 12%. Peran perempuan di lembaga Judikatif juga masih rendah yaitu sebesar 16,2% sebagai Hakim di Peradilan Umum dan 3,4% sebagai Hakim di Peradilan Tata Usaha Negara, serta 17% sebagai Hakim Agung (Data Kepegawaian Negara, 2003). Tingginya kasus kekerasan di berbagai wilayah di tanah air maupun menimpa pekerja perempuan di luar negeri.
Sasaran pembangunan dan pemberdayaan perempuan :
a. Terjaminnya keadilan gender dalam berbagai perundangan, program pembangunan dan kebijakan publik.
b. Menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki.
c. Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sedangkan arah kebijakan pemberdayaan perempuan dalam RPJMN 2004-2009 adalah:
a. Meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik.
b. Meningkatkan taraf pendidikan dari layanan kesehatan serta bidang pembangunan lainnya untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan.
c. Meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan.
d. Menyempurnakan perangkat hukum pidana yang lebih lengkap dalam melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan deskriminasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
e. Memperkuat kelembagaan, koordinasi dan jaringan pengarusutamaan gender.
Program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dalam RPJMN 2004-2009 :
1. Program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan
a. Peningkatan kualitas hidup perempuan melalui aksi afirmasi, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, sosial, politik, lingkungan hidup, ekonomi.
b. Peningkatan upaya perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk upaya pencegahan dan penanggulangannya.
c. Pengembangan dan penyempurnaan perangkat hukum dan kebijakan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di berbagai bidang pembangunan di tingkat nasional dan daerah.
d. Pelaksanaan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di tingkat nasional dan daerah.
e. Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan dan sistem penanganan dan penyelesalan kasus tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempuan.
f. Pembangunan pusat pelayanan terpadu berbasis rumah sakit dan berbasis masyarakat di tingkat propinsi dan kabupaten/kota sebagai sarana perlindungan perempuan korban kekerasan, termasuk perempuan korban kekerasan rumah tangga.
g. Peningkatan peran masyarakat dan media dalam penanggulangan pornoaksi dan pornografi.
2. Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Perempuan
a. Analisis dan revisi peraturan perundang-undangan yang diskriminasi terhadap perempuan, bias gender.
b. Penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan.
c. Pelaksananaan KIE peraturan perundang-undangan perlindungan perempuan.
d. Koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di tingkat nasional dan daerah.
Permasalahan kesehatan wanita dialam dimensi sosial dan upaya mengatasinya:
1. Kekerasan
Pengertian Kekerasan
Pasal 189 KUHP:
Melakukan kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menendang dsb.
Fakta yang ada bahwa perempuan rentan terhadap tindak kekerasan mendorong masyarakat dunia untuk memberikan perhatian yang serius, yang disahkan, dalam resulusi Majelis Umum PBB tahun 1993 yang dinyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan mencakup – tapi tidak terbatas pada- kekerasan fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara, yang mana negara bertindak sebagai pelakunya. Resolusi itu juga memberikan gambaran rincian tindakan-tindakan yang masuk dalam kategori kekerasan. Dalam lingkup keluarga, kekerasan terwujud dalam tindakan seperti pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan. Pada masa dalam kandungan penggugaran dengan alasan berjenis kelamin perempuan. Periode bayi dan kanak-kanak dengan pembunuhan bayi perempuan, penelantaran, perdagangan bayi, perkawinan masa kanak-kanak, melacurkan anak. Pada periode remaja, terjadi kekerasan dalam pacaran, perkosaan, pelecehan. Periode dewasa, kekerasan yang berhubungan dengan maskawin, perkosaan dalam rumah tangga, pengrusakan alat kelamin perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri, kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi. Pada periode usia lanjut, dapat terjadi perkosaan, kekerasan usia lanjut.
Deklarasi tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan 1993
Segala bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat menyakiti secara fisik, seksual terhadap perempuan termasuk mengancam atau tindakan, pemaksaan atau perampasan semena-mena kekerasan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Bentuk-bentuk kekerasan
a. Kekerasan psikis.
Misalnya: mencemooh, mencerca, menghina, memaki, mengancam, melarang berhubungan dengan keluarga atau kawan dekat/ masyarakat, intimidasi, isolasi, melarang istri bekerja.
b. Kekerasan fisik.
Misalnya: memukul, membakar, menendang, melempar sesuatu, menarik rambut, mencekik, dll.
c. Kekerasan ekonomi.
Misalnya: Tidak memberi nafkah memaksa pasangan untuk prostitusi, memaksa anak untuk mengemis, mengetatkan istri dalam keuangan rumah tangga, dan lain-lain.
d. Kekerasan seksual.
Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak atau melakukan penyerangan seksual, berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak menginginkannya.
Banyak kasus terjadi kekerasan psikis berupa makian, hinaan (ungkapan verbal) sering berkembang menjadi kekerasan fisik. Pada awalnya mungkin belum terjadi, tetapi ketidaksengajaan pria kemudian berlanjut pada tindakan kekerasan fisik secara nyata.
Penyebab terjadinya kekerasan adalah:
a. Perselisihan tentang ekonomi.
b. Cemburu pada pasangan.
c. Pasangan mempunyai selingkuhan.
d. Adanya problema seksual (misalnya: impotensi, frigid, hiperseks).
e. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
f. Permasalahan dengan anak.
g. Kehilangan pekerjaan / PHK / menganggur / belum mempunyai pekerjaan.
h. Istri ingin melanjutkan studi/ingin bekerja.
i. Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas.
Alasan tindak kekerasan oleh pria
Pria kadang kehilangan kontrol terhadap arah hidup, maka pria mungkin menggunakan sikap kekerasan untuk mengendalikan hidup orang lain, walaupun sikap ini salah. Adapun beberapa alasan yang dilakukan pria dalam menganiaya wanita meskipun alasan itu salah antara lain:
a. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan.
1. Bila terjadi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan merupakan cara cepat penyelesaian masalah.
2. Dengan melakukan perbuatan kekerasan, pria merasa hidup lebih ‘berarti’ karena dengan berkelahi maka pria merasa menjadi lebih digdaya.
3. Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh ‘kemenangan’ dan mendapatkan apa yang dia harapkan, maka korban akan menghindari pada konflik berikutnya karena untuk menghindari rasa sakit.
b. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat’ maka dia berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau membutuhkannya.
c. Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria dari keluarga yang selalu mengandalakan kekerasan sebagai satu-satunya jalan menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan utama baginya sebagai cara yang jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.
Akibat tindakan kekerasan
a. Kurang bersemangat atau kurang percaya diri.
b. Gangguan psikologi sampai timbul gangguan sistem dalam tubuh (psikosomatik), seperti: cemas, tertekan, stress, anoreksia (kurang nafsu makan), insomnia (susah tidur, sering mimpi buruk, jantung terasa berdebar-debar, keringat dingin, mual, gastritis, nyeri perut, pusing, nyeri kepala.
c. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet, memar, luka terkena benda tajam, patah tulang, luka bakar.
d. Masalah seksual, ketakutan hubungan seksual, nyeri saat hubungan seksual, tidak ada hasrat seksual, frigid.
e. Bila perempuan korban kekerasan sedang hamil dapat terjadi abortus keguguran.
2. Perkosaan
Pengertian perkosaan:
a. Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain ke dalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya.
b. Dikatakan suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan, atau ketika perempuan meronta, melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak bunuh diri, akan tetapi meskipun perempuan tidak melawan, apapun yang dilakukan perempuan, bila perbuatan tersebut bukan pilihan/keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan, bukan kesalahan wanita.
c. Dalam rumah tangga, hubungan seksual yang tidak diinginkan istri termasuk tindakan kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
Seorang perempuan mempunyai pilihan untuk menolak atau menyetujui pendekatan seksual dalam setiap hubungan seksual. Saat perempuan menolak, pria mempunyai pilihan untuk menghormati kehendak perempuan tersebut dan menerima keputusannya atau berupaya agar perempuan merubah keputusannya dengan bujukan/rayuan bahkan dengan paksaan. Walaupun wanita mengenal pria tersebut dan mengiyakan, akan tetapi bila karena tidak ada jalan lain untuk menolaknya, maka hal itu termasuk perkosaan.
Motivasi perkosaan
a. Pria ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara mengancam (dengan senjata, secara fisik menyalahi perempuan, verbal dengan mengertak) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
b. Memperkokoh kekuasaan. Hal ini bertujuan untuk meneror dan menaklukan korban karena dengan cara lain korban belum dianggap tunduk pada pelaku. Padahal kejadian yang sesungguhnya karena adanya perasaan lemah, tidak mampu, tidak berdaya dari pelaku. Misalnya kasus seorang perempuan yang menolak cinta seorang pemuda, kemudian pemuda tersebut memperkosanya agar mau dijadikan istri.
c. Sebagai cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta ataupun kepuasan seksual tidak penting.
d. Luapan perilaku sadis, pelaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.
Jenis-jenis perkosaan
1. Perkosaan oleh orang yang dikenal.
a. Perkosaan oleh suami/bekas suami.
b. Perkosaan oleh pacar/dating rape.
c. Perkosaan oleh teman kerja/atasan.
d. Pelecehan seksual pada anak.
2. Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal.
1) Perkosaan korban perang, korban wilayah konflik atau korban masa krisis politik/keamanan suatu negara, yang mana wanita sangat rentan tehadap tindak perkosaan oleh kelompok pengacau keamanan maupun oleh oknum petugas. Wanita diperkosa di hadapan keluarganya supaya mereka merasa tertekan, malu dan menunjukkan kepada lawan siapa yang lebih berkuasa diantara keduanya. Dapat juga terjadi wanita disekap di dalam barak pengungsian atau di markas mereka dan dipaksa melayani hasrat seksual mereka agar terus bisa hidup atau agar anak-anak wanita tersebut tidak disakiti atau sekedar memperoleh makanan.
2) Perkosaan berkelompok. Perkosaan terhadap wanita yang mana pelakunya lebih dari satu laki-laki. Pada awalnya, pelaku mungkin hanya satu laki-laki, kemudian laki-laki lain mengikuti memperkosa atau telah dirancang sebelumnya secara beramai-ramai.
Perempuan yang rentan terhadap korban perkosaan:
a. Kekurangan pada fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau permasalahan yang berkaitan dengan fisik sehingga perempuan duduk diatas kursi roda, bisu, tali, buta atau keterlambatan mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
b. Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan/ gelandangan, di daerah peperangan.
c. Korban tindak kekerasan suami/pacar.
Pencegahan perkosaan:
a. Berpakaian santun, berprilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
b. Melakukan aktifitas secara bersamaan dalam kelompok dengan banyak teman, tidak berduaan.
c. Di tempat kerja bersama teman/berkelompok, tidak berduaan dengan sesama pegawai atau atasan.
d. Tidak menerima tamu laki-laki ke rumah, bila di rumah seorang diri.
e. Berjalan-jalan bersama banyak teman, terlebih di waktu malam hari.
f. Bila merasa diikuti orang, ambil jalan ke arah yang berlainan, atau berbalik dan sertanya ke orang tersebut dengan nada keras dan tegas, apa maksud dia.
g. Membawa alat yang bersuara keras seperti peluit, atau alat bela diri seperti parfum spray, bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata.
h. Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
i. Jangan ragu mencegah dengan mengatakan'tidak', walaupun pada atasan yang punya kekuasaan atau pada pacar yang sangat dicintai.
j. Ketika bepergian, hindari sendirian, tidak menginap, bila orang tersebut merayu tegaskan bahwa perkataan dan sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak nyaman, dan cepatlah meninggalkannya.
k. Jangan abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah seperti dipegang, diraba, dicium, diajak ke tempat sepi.
l. Waspada terhadap berbagai cara, pemerkosaan seperti: hipnotis, obat-obatan dalam minuman, permen, snack atau hidangan makanan.
m. Saat di tempat baru, jangan terlihat bingung, bertanya pada polisi, hansip atau instansi.
n. Menjaga jarak/space interpersonal dengan lawan jenis. Di Eropa space interpersonal dengan jarak 1 meter.
Cara menghindari perkosaan dari orang yang dikenal dengan belajar percaya pada perasaan/insting, meningkatkan kewaspadaan bila:
a. Mempunyai perasaan tidak enak bahwa ada sesuatu yang tidak wajar.
b. Merasa takut/khawatir atau ingin segera meninggalkannya.
c. Merasa tidak nyaman dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang itu.
d. Merasa risih kontak fisik dengan orang tersebut.
e. Lebih baik menyakiti hati laki-laki dari pada menjadi korban perkosaan.
Cara membantu anak-anak terhindar dari bahaya, perkosaan:
a. Mengajari bila seseorang akan menyentuhnya yang mengarah seksual.
b. Tidak mencampur anak gadis dan anak laki-laki.
c. Memastikan anak-anak tahu bagaimana cara mencari bantuan.
d. Mempercayai bila anak mengatakan takut dengan seseorang atau yang lebih dewasa.
Tindakan perempuan pada saat tindak perkosaan:
a. Perempuan harus mempunyai keberanian, ketegasan untuk berkata, dan keyakinan dalam mengadakan perlawanan.
b. Berteriak sekencang mungkin agar orang lain mengetahui kejadian dan bisa memberi bantuan dan menjadi saksi bila mengadukan masalah pada polisi.
c. Berusaha melawan pelaku dengan bela diri semampunya.
d. Berdoa.
Cara bela diri untuk melemahkan lawan:
a. Bila pelaku dari arah belakang, gunakan siku anda dan sodokkan ke perutnya.
b. Colokkan jari-jari anda ke dalam matanya.
c. Kepalkan tangan untuk memukul kepalanya.
d. Pegang dan remas skrotumnya sekuat tenaga.
e. Hidungnya dipukul sekeras mungkin.
f. Gigit telinganya sekeras mungkin.
g. Tendang kuat-kuat tungkai kaki bagian depan.
h. Gunakan lutut bila pelaku dari arah depan atau tungkai bila pelaku dari arah belakang untuk membuat luka memar pada kemaluannya.
Sikap terhadap korban perkosaan:
a. Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan kesalahannya.
b. Menumbuhkan gairah hidup.
c. Menghargai kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
d. Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi.
Resiko kesehatan pada korban perkosaan:
a. Kehamilan dapat dicegah dengan minum kontrasepsi darurat pada 24 jam pertama.
b. Terjangkit infeksi menular seksual.
c. Cidera robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
d. Hubungan seksual dengan suami mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma ataupun merasa diri telah ternoda.
e. Gejala psikologis ringan hingga gangguan psikologi berat. Pada waktu singkat perempuan korban perkosaan menyalahkan diri sendiri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia/gangguan tidur, anoreksia/tidak nafsu makan, kecemasan mendalam, perasaan malu untuk bersosialisasi. Gejala psikologi tersebut dapat berkembang bila penanganan tidak adekuat seiring dengan makin sertambah waktu yaitu perasaan tidak punya daya upaya, marah yang membara, merasa diri tidak berharga, timbul gejala psikosomatis seperti: mual, mutah, sakit kepala, badan sakit. Selain itu dapat timbul ketakutan yang luar biasa/fobia, mengurung diri. Gejala psikologi ini tiap perempuan berbeda tergantung dari tipe kepribadian terbuka atau tertutup, dukungan dari keluarga dan lingkungan, persepsi diri dengan apa yang dialami, pengalaman dalam menghadapi stress, koping mekanisme/teknik mengatasi masalah sebelumnya.
Tindakan pada saat serangan seksual:
a. Hindari menangis atau minta belas kasihan.
b. Hindari kepanikan, tetap waspada, bertindak saat pelaku lengah.
c. Berjuang untuk pembelaan diri seperti: menendang, teriak, menawar, melakukan strategi perlawanan.
d. Amati ciri khusus pelaku.
e. Manfaatkan evaluasi situasi yang terbaik.
Tindakan setelah tindak perkosaan
Bila berniat melaporkan perkara pada polisi, bergegas melapor jangan menunda waktu. Hindari tindakan-tindakan yang dapat dijadikan barang bukti, sehingga tidak perlu mandi terlebih dahulu dan membawa semua pakaian yang dipakai pada saat tindak perkosaan sebagai bukti. Bila belum lapor polisi, datang pada tenaga kesehatan, walaupun tidak ada cidera. Petugas kesehatan akan memeriksa tanda-tanda cidera sayatan, robekan, memberi therapi pencegah kehamilan/kontrasepsi darurat dan pencegahan PMS.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat lapor polisi:
a. Mendiskripsikan urutan kejadian.
b. Menunjukkkan pelaku bila mengenal atau ciri-ciri orang tersebut bila tidak kenal.
c. Korban perkosaan akan dilakukan visum atas permintaan polisi.
d. Kesaksian pada saat pelaku diperiksa di kantor polisi atau dalam persidangan.
e. Meminta penasehat hukum.
Penanganan
Tugas tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan:
a. Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b. Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera, pemberian kontrasepsi darurat.
c. Mendokumentasikan basil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d. Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e. Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
f. Membantu memberitahukan pada keluarga.
Upaya promotif:
a. Meningkatkan keterampilan bagi tenaga kesehatan pada pertolongan tindak perkosaan untuk mengatasi masalah kesehatan dan dalam memberi dukungan bila ingin melapor ke polisi.
b. Penguasaan seni atau keterampilan bela diri bagi para wanita.
c. Penyelenggaraan pendidikan seksual untuk remaja.
d. Sosialisasi hukum yang terkait.
Pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak perkosaan:
a. Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan.
b. Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan.
c. Pasal 506 KUHP tentang Mucikari.
d. Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
e. Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Penjelasan selengkapnya tentang pasal-pasal diatas pada akhir bab ini.
3. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah segala bentak perilaku maupun perkataan bermakna seksual yang berefek merendahkan martabat orang yang menj adi sasaran.
Bentuk-bentuk pelecehan seksual
a. Mengucapkan kata-kata jorok tentang tubuh wanita.
b. Main mata, siulan nakal, isyarat jorok, sentuhan, rabaan, remasan, usapan, elusan, colekan, pelukan, ciuman pada bagiantubuh wanita.
c. Menggoda, kearah hubunaan seksual.
d. Laki-laki memperlihatkan alat kelaminnya atau onani di depan perempuan.
Akibat pelecehan seksual
a. Gangguan psikologis: marah, mengumpat, tersinggung dipermalukan, terhina, trauma sehingga takut keluar rumah.
b. Kehilangan gairah kerja/belajar, malas.
Pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak pelecehan seksual:
a. Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan.
b. Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan.
c. Pasal 506 KUHP tentang Mucikari.
d. Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 ) tahun 2003.
e. Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Penjelasan selengkapnya tentang pasal-pasal diatas pada akhir bab ini.
4. Single parent
Single parent adalah keluarga yang mana hanya ada satu orang tua tunggal, hanya ayah atau ibu saja. Keluarga yang terbentuk bisa terjadi pada keluarga sah secara hukum maupun keluarga yang belum sah secara hukum, baik hukum agama maupun hukum pemerintah.
Sebab-sebab terjadinya single parent:
a. Pada keluarga sah
1. Perceraian. Adanya ketidakharmonisan dalam keluarga yang disebabkan adanya perbedaan persepsi atau perselisihan yang tidak mungkin ada jalan keluar, masalah ekonomi/pekerjaan, salah satu pasangan selingkuh, kematangan emosional yang kurang, perbedaan agama, aktifitas suami istri yang tinggi di luar rumah sehingga kurang komunikasi, problem seksual dapat merupakan faktor timbulnya perceraian.
2. Orang tua meninggal. Takdir hidup dan mati manusia di tangan Tuhan. Manusia hanya bisa berdoa dan berupaya. Adapun sebab kematian ada berbagai macam. Antara lain karena kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan, musibah bencana alam, kecelakaan kerja, keracunan, penyakit dan lain-lain.
3. Orang tua masuk penjara. Sebab masuk penjara antara lain karena melakukan tindak kriminal seperti perampokan, pembunuhan, pencurian, pengedar narkoba atau tindak perdata seperti hutang, jual beli atau karena tindak pidana korupsi sehingga sekian lama tidak berkumpul dengan keluarga.
4. Study ke pulau lain atau ke negara lain. Tuntutan profesi orang tua untuk melanjutkan study sebagai peserta tugas belajar mengakibatkan harus berpisah dengan keluarga untuk sementara waktu, atau bisa terjadi seorang anak yang meneruskan pendidikan di pulau lain atau luar negeri dan hanya bersama ibu saja sehingga menyebabkan anak untuk sekian lama tidak didampingi oleh ayahnya. Ayahnya yang harus tetap kerja di negara atau pulau atau kota kelahiran.
5. Kerja di luar daerah atau luar negeri. Cita-cita untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik lagi menyebabkan salah satu orang tua meningalkan daerah terkadang keluar negeri.
b. Pada keluarga tidak sah
Dapat terjadi pada kasus kehamilan di luar nikah, pria yang menghamili tidak bertanggung jawab. Rayuan manis saat pacaran menyebabkan perempuan terbuai dan terpedaya pada sang pacar. Setelah hamil, tidak dikawini, dan ditinggal pergi sehingga perempuan membesarkan anaknya sendirian. Kasus yang lain pada perempuan korban perkosaan yang akhirnya menerima kehamilannya ataupun perempuan WTS yang mempunyai anak menyebabkan anak tidak pernah mengenal dan mendapatkan kasih sayang ayah.
Dampak single parent
a. Dampak negatif
1. Perubahan perilaku anak. Bagi seorang anak yang tidak siap ditinggalkan orang tuanya bisa menjadi mengakibatkan perubahan tingkah laku. Menjadi pemarah, berkata kasar, suka melamun, agresif, suka memukul, menendang, menyakiti temannya. Anak juga tidak berkesempatan untuk belajar perilaku yang baik sebagaimana perilaku keluarga yang harmonis. Dampak yang paling berbahaya bila anak mencari pelarian di luar rumah, seperti menjadi anak jalanan, terpengaruh penggunaan narkoba untuk melenyapkan segala kegelisahan dalam hatinya, terutama anak yang kurang kasih sayang, kurang perhatian orang tuanya.
2. Perempuan merasa terkucil. Terlebih lagi pada perempuan yang sebagai janda atau yang tidak dinikahi, di masyarakat terkadang mendapatkan cemooh dan ejekan.
3. Psikologi anak terganggu. Anak sering mendapat ejekan dari teman sepermainan sehingga anak menjadi murung, sedih. Hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri dan kurang kreatif.
b. Dampak positif
1. Anak terhindar dari komunikasi yang kontradiktif dari orang tua, tidak akan terjadi komunikasi yang berlawanan dari orang tua, misalnya ibunya mengijinkan tetapi ayahnya melarangnya. Nilai yang diajarkan oleh ibu atau ayah diterima penuh karena tidak terjadi pertentangan.
2. Ibu berperan penuh dalam pengambilan keputusan dan tegar.
3. Anak lebih mandiri dan berkepribadian kuat, karena terbiasa tidak selalu hal didampingi, terbiasa menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
Penanganan single parent
a. Memberikan kegiatan yang positif. Berbagai macam kegiatan yang dapat mendukung anak untuk lebih bisa mengaktualisasikan diri secara positif antara lain dengan penyaluran hobi, kursus sehingga menghindarkan anak melakukan hal-hal yang negatif
b. Memberi peluang anak belajar berperilaku baik. Sertandang pada keluarga lain yang harmonis memberikan kesempatan bagi anak untuk meneladani figur orang tua yang tidak diperoleh dalam lingkungan keluarga sendiri.
c. Dukungan komunitas. Bergabung dalam club sesama keluarga dengan orang tua tunggal dapat memberikan dukungan karena anak mempunyai banyak teman yang senasib sama sehingga tidak merasa yang sendirian.
Upaya pencegahan single parent dan penegakan dampak negatif single parent
a. Pencegahan terjadinya kehamilan di luar nikah.
b. Pencegahan perceraian dengan mempersiapkan perkawinan dengan baik dalam segi psikologis, keuangan, spiritual.
c. Menjaga komunikasi dengan berbagai sarana teknolagi informasi.
d. Menciptakan kebersamaan antar anggota keluarga.
e. Peningkatan spiritual dalam keluarga.
5. Perkawinan usia muda dan tua
Perkawinan adalah ikatan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME (UU Perkawinan No I Tahun 1974).
Perawinan usia muda
Menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana. Banyaknya resiko kehamilan kurang dari perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun.
Perkawinan usia tua
Adalah perkawinan yang dilakukan bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
Kelebihan perkawinan usia muda
a. Terhidar dari perilaku seks bebas, karena kebutuhan seksual terpenuhi.
b. Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak yang masih kecil.
Kelebihan perkawinan usia tua
Kematangan fisik, psikologis, sosial, financial sehingga harapan membentuk keluarga sejahtera berkualitas terbentang.
Kekurangan pernikahan usia muda
a. Meningkatkan angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk semakin meningkat.
b. Ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia muda meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, risiko komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Selain itu bagi perempuan meningkatkan risiko ca cerviks karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatomi sel-sel cerviks belum matur. Bagi bayi risiko terjadinya kesakitan dan kematian meningkat.
c. Kematangan psikologis belum tercapai sehingga keluarga mengalami kesulitan mewujudkm keluarga yang berkualitas tinggi.
d. Ditinjau dari segi sosial, dengan perkawinan mengurangi kebebasan pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutkan pendidikan jenjang tinggi.
e. Adanya konflik dalam keluarga membuka peluang untuk mencari pelarian pergaulan di luar rumah sehingga meningkatkan risiko penggunaan minum alkohol, narkoba dan seks bebas.
f. Tingkat peceraian tinggi. Kegagalan keluarga dalam melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan risiko perceraian.
Kekurangan pernikahan usia tua
a. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Kemungkinan risiko terjadi ca mammae meningkat.
b. Meningkatnya risiko kehamilan dengan anak kelainan bawaan, misalnya terjadi kromosom non disfunction yaitu kelainan proses meiosis hasil konsepsi (fetus) sehingga menghasilkan kromosom sejumlah 47. Aneuploidy, yaitu ketika kromosom hasil konsepsi tidak tepat 23 pasang. Contohnya: trisomi 21 (down syndrome), trisomi 13 (patau syndrome) dan trisomi 18 (edwards syndrome).
Penanganan perkawinan usia muda
a. Pendewasaan usia kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi sehingga kehamilan pada waktu usia reproduksi sehat.
b. Bimbingan psikologis. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pasangan dalam menghadapi persoalan-persoalan agar mempunyai cara pandang dengan pertimbangan kedewasaan, tidak mengedepankan emosi.
c. Dukungan keluarga. Peran keluarga sangat banyak membantu keluarga muda baik dukungan berupa material maupun nonmaterial untuk kelanggengan keluarga, sehingga lebih tahan terhadap hambatan-hambatan yang ada.
d. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan kesehatan, perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
Penanganan perkawinan usia tua
a. Pengawasan kesehatan: ANC secara rutin pada tenaga kesehatan.
b. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan kesehatan, perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
Pencegahan :
a. Penyuluhan kesehatan untuk menikah pada usia reproduksi sehat.
b. Merubah cara pandang budaya atau cara pandang diri yang tidak mendukung.
c. Meningkatkan kegiatan soslisasi.
6. Wanita di tempat kerja
Alasan wanita bekerja
a. Aktualisasi diri.
Wanita yang bekerja akan memperoleh pengakuan dari lingkungan karena produktifitas dan kreatifitas yang telah ia hasilkan.
b. Mata pencaharian. Penghasilan yang diperoleh dalam rangka mencukupi kebutuhan sehari-hari agar meningkat kualitas hidup keluarga, baik untuk memenuhi kebutuhan primer seperti pangan, sandang, pagan, atau kebutuhan sekunder seperti perabot rumah tangga, mobil, jaminan kesehatan, dll.
c. Relasi positif dalam keluarga. Pengetahuan yang luas dan pengalaman mengambil keputusan saat bekerja dalam memecahkan suatu masalah di tempat kerja, pola pikir terbuka memungkinkan jalinan saling mendukung dalam keluarga.
d. Pemenuhan kebutuhan sosial. Wanita bekerja akan menjumpai banyak relasi, teman sehingga dapat memperkaya wawasan bagi wanita.
e. Peningkaan keterampilan/kompetensi. Dengan bekerja wanita, terus terpacu untuk selalu meningkatkan keterampilan atau kompetensi sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi yang lebih sebagai karyawan.
f. Pengaruh lingkungan. Lingkungan mayoritas wanita banyak yang bekerja akan memberikan motivasi bagi wanita lain untuk bekerja.
Dampak wanita bekerja
a. Terpapar zat-zat kimia yang mempengaruhi kesehatan dan infertilitas. Asap rokok, bahan radiologi, bahan organik, bahan organo fosfat dan organo klorin untuk racun hewan perusak.
b. Resiko pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual bisa teman sejawat, supervisor, manager atau atasan. Adapun wanita terkadang tidak kuasa menolak karena ketakutan atau ancaman di PHK.
c. Penundaan usia nikah. Wanita yang sibuk mengejar prestasi kariernya menyebabkan tidak mempunyai banyak waktu luang untuk memperhatikan pernikahannya.
d. Keharmonisan rumah tangga terpengaruh. Kesibukan aktifitas yang berlebihan memungkinkan wanita tidak mempunyai banyak waktu untuk keluarga karena pusat perhatiannya pada kesuksesan kariernya, sehingga bisa menelantarkan peran sebagai istri dan sebagai ibu.
Upaya pemecahan
a. Bekerja menggunakan proteksi, seperti masker, sarung tangan, baju khusus untuk proteksi radiasi.
b. Cek kesehatan secara berkala.
c. Melakukan aktifitas bekerja tidak hanya dengan satu pria misalnya bila lembur, dinas luar.
d. Tidak nebeng kendaraan tanpa ditemani orang lain, sekalipun ditawari oleh atasan.
e. Jangan ragu mengatakan ‘tidak’ walaupun pada atasan. Tidak perlu takut pada ancaman dipecat.
f. Menetapkan target menikah.
g. Menjaga komunikasi dengan keluarga. Mencurahkan perhatian khusus pada keluarga pada hari libur dengan kualitas yang maksimal, mengagendakan kegiatan bersama keluarga, memenuhi hak-hak suami dan anak, berbagi peran dengan suami dan selalu menghargai suami.
7. Incest
Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antar anggota keluarga. Anggota keluarga yang dimaksud adalah anggota keluarga yang mempunyai hubungan pertalian darah. Batas pertalian darah paling atas adalah kakek, paling bawah cucu, batas ke samping keponakan. Keluarga di luar itu bukan termasuk incest. Pelaku biasanya adalah orang yang lebih dewasa (lebih kuasa) dan korban lebih banyak adalah anak-anak. Sering terjadi pada anak tiri oleh bapak tiri, menantu oleh mertua, cucu oleh kakeknya.
Incest dapat terjadi karena saling suka atau saling cinta dan dapat juga terjadi akibat paksaan tanpa rasa cinta. Incest ada yang di luar perkawian, namun ada juga yang sengaja dilakukan dalam ikatan perkawinan. Di luar negeri perkawinan incest diperbolehkan sedangkan di Indonesia perkawinan incest tidak dibenarkan menurut hukum. Perkawinan di Indonesia dinyatakan sah dilakukan menurut agama. Sedangkan Pencatatannya, bila agama Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) dan selain agama Islam di Kantor Pencatatan Sipil. Sah tidaknya perkawinan di Indonesia berdasarkan ajaran agama masing-masing. Semua agama di Indonesia melarang perkawinan incest. Bila diketahui ada pertalian darah (muhrim dalam agama Islam) sedangkan perkawinan telah dilakukan dan walaupun sudah mempunyai anak, maka perkawinan harus dibatalkan.
Gambaran incest di luar ikatan perkawinan
a. Pelaku kebanyakan orang yang kerap berinteraksi dengan korban, tinggal dalam satu rumah. Korban mayoritas anak-anak sehingga tidak kuasa melakukan perlawanan diri.
b. Biasanya di bawah tekanan karena ancaman pelaku sehingga ketakutan atau diberi imbalan atau dengan bujuk rayu misalnya diberi uang atau makanan.
c. Sering berakibat trauma fisik dan psikis.
Perlindungan hukum
Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 81-82, UUPKDRT, KUHP pasal 285, KUHP pasal 98, KUH Perdata pasal 1365.
Upaya mengatasi:
a. Waspada dalam mengasuh anak. Tidak membiasakan anak di rumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.
b. Tidak mengabaikan kata hati tiap ada gelagat yang menjurus pada pelecehan dalam keluarga.
c. Memisahkan tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari ayah atau saudara baik sesama jenis kelamin maupun berlainan jenis kelamin.
d. Perlu juga melibatkan orang lain di luar lingkungan keluarga.
e. Lapor pada petugas penegak hukum walaupun dibawah ancaman pelaku.
8. Homeless
Homeless atau tuna wisma atau gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Homeless banyak terdapat di kota-kota besar. Kedatangan mereka ke kota besar tanpa didukung oleh pendidikan dan keterampilan yang memadai. Biasanya mereka tinggal di emperan toko, kolong jembatan, kolong jalan layang, gerobak tempat barang bekas, di sekitar rel kereta api, di taman dan di tempat umum lainnya. Pekerjaan mereka sebagai pengamen, pengemis, pemulung sampah.
Penyebab homeless:
a. Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat-tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai keterampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi gelandangan.
b. Bencana alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Mereka tinggal di pengungsian, kehilangan pekerjaan mereka.
c. Yatim piatu
Anak yang tidak mempunyai orang tua, saudara tidak mempunyai tempat tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat umum.
d. Kurang kasih sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
e. Tinggal di daerah konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik dimana mereka merasa keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain atau kota lain yang mereka angap lebih aman, apalagi bila rumah mereka hancur karena perang. Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk pelecehan seksual, perkosaan pembunuhan sehingga memaksa mereka meninggallkan daerahnya.
Dampak homeless
a. Kebersihan dan kesehatan
Rumah mereka seadanya, sangat jauh dari kriteria rumah sehat. Perilaku hidup bersih sehat sangat kurang. Tempat tinggal mereka kotor, penerangan kurang, keperluan untuk mandi, cuci dan masak tidak memenuhi kesehatan, dll, sehingga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makan saja mereka hampir tidak bisa terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.
b. Pengguna narkoba
Banyak diantara mereka menggunakan narkoba. Pengaruh lingkungan mereka sangat berpengaruh. Mereka rawan terkena HIV AIDS dengan penggunaan jarum suntik secara bergantian.
c. Gizi kurang
Ketidak mampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan, akibat rendahnya daya beli makanan, apalagi membeli makanan bergizi mengakibatkan mereka mengalami gizi buruk termasuk ibu hamil dan anak balita. Mereka makan sekedar kenyang.
d. Tindak kekerasan sesama homeless
Perebutan atau persaingan lahan pencari makan menyebabkan mereka saling terjadi konflik.
e. Dimanfaatkan
Anak-anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pihak lain yang lebih kuat atau oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab.
f. Pelecehan seksual
Orang dewasa yang tidak bertanggung jawab melakukan sodomi, pelecehan seksual dengan imbalan uang, atau dibawah ancaman mereka untuk melampiaskan nafsu mereka.
Penanggulangan
Pencegahan dilakukan dengan :
a. Penyuluhan dan konseling.
b. Pendidikan pelatihan keterampilan.
c. Pengawasan serta pembinaan lanjut.
Penghentian/peniadaan
a. Penertiban oleh aparat pemerintah.
b. Penampungan.
c. Pelimpahan.
Rehabilitasi
a. Pembangunan perumahan sangat sederhana.
b. Pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan
c. Transmigrasi.
9. Wanita di Pusat Rehabilitsi
Pusat rehabilitasi wanita meliputi :
a. Masalah sosial, contohnya PSK.
b. Masalah psikologis, misalnya trauma pada korban kekerasan.
c. Masalah drug abuse.
Rehabilitasi bagi Para PSK dilakukan:
a. Di luar panti di tempat lokalisasi.
b. Di dalam panti.
Upaya rehabilitasi yang dilakukan meliputi :
a. Bimbingan agama.
b. Bimbingingan sosial.
c. Latihan keterampilan.
d. Pendidikan kesehatan.
e. Pendidikan dan kesejahteraan pribadi.
Rehabilitasi wanita korban kekerasan, trauma psikologis
Upaya yang dilakukan dengan mengembangkan dan membangkitkan rasa percaya diri. Salah satu cara dengan therapi psikologis. Mereka membutuhkan pendampingan agar bisa kembali pada keadaan semula. Upaya rehabilitasi kekerasan tercantum dalam UUPKDRT.
10. Pekerja Seks Komersial (PSK)
Sebelum istilah PSK diperkenalkan, dahulu istilah yang kita kenal adalah pelacuran. Namur oleh kalangan feminis diubah untuk mencoba mengangkat posisi sosial pelacur menjadi setara dengan orang pencari nafkah lainnya, dan berlaku tidak hanya bagi perempuan tetapi juga laki-laki dan kaum transvertit dan laki-laki homoseks. Transvertit adalah seseorang yang secara anatomis laki-laki, tetapi secara psikologis merasa dan menganggap dirinya seorang perempuan. Ia akan berperilaku dan berpakaian seperti perempuan.
Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan uang.
Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia semakin terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja seks komersial. Akibatnya, semakin banyak ditemukan penyakit menular seksual. Profesi sebagai pekerja seks komersial dengan penyakit menular seksual merupakan sate lingkaran setan. Biasanya penyakit menular seksual ini sebagian besar diidap oleh PSK, dimana dalam "menjajakan" dirinya terhadap pasangan kencan yang berganti-ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom.
Permasalahan yang berkenaan dengan pekerja seks di Indonesia adalah tingkat perekonomian yang semakin mencekik kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat miskin, yang memaksa mereka untuk menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Faktor-faktor penyebab adanya PSK adalah:
a. Kemiskinan
Diantara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktur kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya.
Kebutuhan yang semakin banyak pada seorang perempuan memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang memuaskan namun kadang dari beberapa mereka harus bekerja sebagai PSK untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
b. Kekerasan seksual
Penelitian menunjukkan banyak faktor penyebab perempuan menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya.
c. Penipuan
Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan berkedok agen penyalur kerja. Kasus penjualan anak perempuan oleh orangtua sendiripun juga kerap ditemui.
d. Pornografi
Menurut definisi Undang-undang Anti Pornografi, pornografi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, lukisan, tulisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film, video, tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada publik, alat vital, dan bagian-bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/atau seksualitas, serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.
Persoalan-persoalan psikologis
a. Akibat gaya hidup modern
Seorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-barang yang dikenakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena masalah keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan akhir dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya.
b. Broken home
Kehidupan keluarga yang kurang baik dapat memaksa seorang remaja untuk meIakukan hal-hal yang kurang baik di luar rumah dan itu dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab dengan yang mengajaknya bekerja sebagai PSK.
c. Kenangan masa kecil yang buruk
Tindak pelecehan yang semakin meningkat pada seorang perempuan bahkan adanya pemerkosaan pada anak kecil bisa menjadi faktor dia menjadi seorang PSK.
Dampak yang ditimbulkan bila seseorang bekerja sebagai PSK
a. Keluarga dan masyarakat tidak dapat lagi memandang nilainya sebagai seorang perempuan.
b. Stabilitas sosial pada dirinya akan terhambat, karena masyarakat hanya akan selalu mencemooh dirinya.
c. Memberikan citra buruk bagi keluarga.
d. Mempermudah penyebaran penyakit menular seksual, seperti gonore, klamidia, herpes kelamin, sifilis, hepatitis B, HIV/AIDS.
Penanganan masalah PSK:
a. Keluarga
1. Meningkatkan pendidikan anak-anak terutama mengenalkan pendidikan seks secara dini agar terhindar dari perilaku seks bebas.
2. Meningkatkan bimbingan agama sebagai tameng agar terhindar dari perbuatan dosa.
b. Masyarakat
Meningkatkan kepedulian dan melakukan pendekatan terhadap kehidupan PSK
c. Pemerintah
1) Memperbanyak tempat atau panti rehabilitasi
2) Meregulasi undang-undang khusus tentang PSK
3) Meningkatkan PSK untuk dijaring dan mendapatkan rehabilitasi
Aspek kesehatan reproduksi
Tidak dapat disangkal bahwa masalah PSK sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi dan masalah ketimpangan status sosial kalml perempuan. Perilaku seksual yang selalu berganti pasangan membuat para PSK mempunyai risiko yang tinggi untuk tertulari dan menularkan penyakit seksual.
Di sebagian besar lokalisasi, pemeliharaan kesehatan bagi pekerjanya dilakulkan oleh paramedis inisiatif sendiri. Mengingat kualitas paramedik Indonesia pada umumnya, sangat sulit diharapkan bahwa mereka akan melakukan penyuluhan dan konseling tentang penyakit menular seksual ke lokasi-lokasi PSK. Pengabaian terhadap masalah ini hanya karena. PSK secara resmi dianggap "tidak ada", padahal pengabaian ini akan memperbesar risiko mereka dan para pelangan mereka. untuk tertular penyakit seksual. Pada gilirannya para pelanggan itu akan menularkan penyakit pada keluarganya sendiri. Pemerintah sendiri mengalami kesulitan untuk mendeteksi perilaku seksual masyarakat, terutama kaum remaja yang mencari pemuasan seksual dengan PSK.
Ada hal yang menarik untuk dicatat dan laporan MHR Sianturi, yang mengungkapkan bahwa diantara remaja puteri berusia 11-15 tahun yang ditelitinya ada beberapa yang mengidap penyakit menular seksual Trikhomonas dan Human Papilloma Virus. Ini mengisyaratkan bahwa kalangan remaja puteri dalam usia yang masih sangat muda sudah melakukan hubungan seks dengan laki-laki, bahkan tertular penyakit. Yang lebih menarik lagi adalah penelitian ini dilakukan di klinik spesialis swasta. Ini menunjukkan bahwa mereka yang datang disana adalah kalangan menengah ke atas. Kembali hendak dikemukakan disini, bahwa bukan masalah ekonomi yang mendorong remaja puteri menjadi PSK, tetapi lebih karena pengaruh selera hedonistik. Dampak perilaku seksual yang sudah merambah dalam usia yang masih sangat muda ini akan mempengaruhi kondisi kesehatan reproduksi mereka di kemudian hari. Akibatnya bisa terjadi kemandulan atau beberapa penyakit saluran reproduksi lainnya, terutama mereka yang sudah pernah terinfeksi oleh HPV (Human Papilloma Virus).
11. Drug Abuse
Penyalahgunaan obat (drug abuse) dalam dua tiga dekade terakhir bertambah gawat secara global dan juga sudah mencapai keadaan serius di Indonesia.
Penyalahgunaan obat dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau mencapai "kesadaran tertentu" karena pengaruh obat pada jiwa.
Dari segi hukum obat-obat yang sering disalahgunakan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Narkotika atau obat bius.
b. Bahan psikotropika.
Untuk mencegah penyalahgunaan obat, pemerintah baru-baru ini telah mengesahkan dua Undang-undang penting, yaitu:
1) Undang-undang Repubik Indonesia No 5 tahun 1997 tanggal 11 Maret 1997 tentang Psikotropika.
2) Undang-undang Repubik Indonesia No 22 tahun 1997 tanggal 1 September 1997 tentang Narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, morphine, cocaine, ganja/marijuana, dan sebagainya.
Narkotika dibedakan menjadi:
a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Bahan psikotropika adalah bahan/obat yang mempengaruhinya atau keadaan jiwa, yaitu:
a. Keadaan kejiwaan diubah menjadi lebih tenang, ada perasaan nyaman, sampai tertidur.
b. Dalam hal ini pemakai menjadi gembira, hilang rasa susah/sedih, capek/ depresi.
c. Bahan memberi halusinasi, yaitu si pemakai melihat/merasakan segala sesuatu lebih indah dari yang sebenarnya dihadapi.
Menurut Undang-undang No. 5/1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif susunan Saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Pembentukan Komisi Nasional Penanggulangan Narkoba dapat memperlihatkan bagaimana gawatnya persoalan yang dihadapi oleh semua orang terutama bagi para remaja bahkan wanita hamil dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Dimana salah satu akibatnya adalah tertular penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual) dan, HIV/AIDS. Faktor yang sangat berpengaruh pada penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks berisiko tinggi, makin maraknya industri seks, kian banyak pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), suntik serta faktor kemiskinan.
Adanya peningkatan jumlah pengguna narkoba pada perempuan, biasanya 8-20% dari total keseluruhan walaupun pengguna narkoba laki-laki tetap yang tertinggi. Organ reproduksi perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS dibandingkan organ reproduksi laki-laki karena berada di bagian dalam tubuh. Bagian dalam vagina berselaput lendir memiliki lipatan-lipatan yang membuat penampang vagina menjadi lebih luas sehingga lebih rentan terinfeksi HIV/AIDS dibandingkan organ reproduksi laki-laki. Hubungan seksual melalui vagina disertai kekerasan lebih berpotensi menimbulkan luka pada organ reproduki perempuan. Luka itu menjadi pintu masuk bagi HIV yang berada dalam cairan sperma ke tubuh perempuan. Statistik memperlihatkan, perempuan 2-4 kali lebih rentan tertular HIV/AIDS daripada laki-laki.
Bahaya atau dampak negatif penggunaan obat terlarang
Adanya tindak penyalahgunaan obat terlarang membawa dampak yang membahayakan bagi tubuh penderita dan orang lain.
Dari segi hukum, tentunya tindakan ini merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan UU. Dalam UU Narkotika dan UU Psikotropika disebutkan bahwa semua yang terlibat baik produsen, penyalur, pemakai dapat dikenai sanksi berupa hukuman penjara, denda, bahkan hukuman mati. Orang yang mempersulit upaya penyidikan pun dikenai sanksi denda maksimal Rp. 750 juta dan hukuman maksimal adalah mati.
Dari segi kesehatan, sangat bervariasi tergantung dari jenis obat yang dipakai. Namun, semua obat tersebut membawa efek ketergantungan, ketagihan, rasa terus membutuhkan oleh pemakai, dan adiksi serta gejala putus obat apabila dihentikan pemakaiannya. Intoksikasi yang umumnya menyebabkan kematian pun sering terjadi karena timbul sebagai akibat dari pemakaian dosis yang berlebihan. Gejala terganggunya fungsi normal tubuh (witerhadaprawal syndrome), misal berkeringat, nyeri seluruh tubuh, demam, mual sampai muntah dapat terjadi bila pemakaian obat terlarang tersebut dihentikan. Bila tidak mengkonsumsi obat tersebut, gejala ini akan makin hebat sehingga hanya akan menghilang bila diberikan lagi obat tersebut.
Secara farmakologi, efek yang ditimbulkan dibagi menjadi depresan, stimulan dan halusinogen.
a. Depresan
Obat terlarang yang akan menyebabkan depresi (menekan) aktivitas susunan saraf pusat. Efek yang dirasakan oleh pemakai adalah menjadi tenang pada awalnya, kemudian apatis, mengantuk dan tidak sadarkan diri. Semua gerak refleks menurun, mata menjadi sayu, daya penilaian menuran, gangguan terhadap sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah). Termasuk kelompok depresan ini adalah:
1. Opioid seperti heroin, morfin dan turunannya.
2. Sedativa seperti barbiturat dan diazepam, nitrazepam dan turunannya.
b. Stimulan
Memiliki efek dapat merangsang fungsi tubuh. Pada awalnya pemakai akan merasa segar, penuh percaya diri, kemudian berlanjut menjadi susah tidur, perilaku hiperaktif, agresif, denyut jantung menjadi cepat, dan mudah tersinggung. Contohnya: kokain, amfetamin, ekstasi dan kafein.
c. Halusinogen
Kelompok obat yang menyebabkan penyimpangan persepsi termasuk halusinasi seperti mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada rangsang, dan sering menjadi "aneh". Para pemakai menjadi psikopat (curiga berlebihan), mata menjadi merah dan agresif serta disorientasi. Termasuk dalam kelompok ini contohnya ialah LSD, meskalin, mariyuana/ganja.
Pemakaian dari obat tersebut bervariatif mulai dari oral sampai suntikan. Bila melalui suntikan, bahaya yang dapat terjadi adalah timbulnya infeksi di tempat suntikan, tertularnya radang hati (Hepatitis B) dan HIV/AIDS. Sedang yang dihirup lewat hidung dapat menyebabkan peradangan di hidung (epistaksis).
Selain obat terlarang, pemakaian tembakau dan alkohol memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa tembakau yang dihisap sebagai rokok mengandung bahan aktif lebih dari 3000 macam, termasuk nikotin, tar, CO2, CO, hidrogen sianida dan tembaga. Seorang perokok dihadapkan pada risiko rusaknya jaringan paru-paru, sesak nafas, kanker paru dan penyakit jantung koroner. Pada intoksikasi akut dapat menyebabkan kematian. Banyak negara melarang pemakaian tembakau di depan umum dan dalam setiap bungkus rokok tercantum bahaya yang mungkin ditimbulkan rokok.
Alkohol memiliki kandungan zat etanol yang berfungsi menekan sistem susunan saraf pusat. Pemakaian dengan dosis rendah akan membuat tubuh menjadi segar karena memiliki efek merangsang. Namun pada dosis tinggi atau lebih besar akan menimbulkan gangguan berupa rusaknya jaringan otak, gangguan daya ingat, gangguan jiwa, mudah tersinggung, menurunnya koordinasi otot (jalan sempoyongan), reaksi reflek menurun, kelumpuhan, bahkan kematian.
Dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja antara lain:
1. Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian.
2. Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai pelajaran.
3. Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah.
4. Sering menguap, mengantuk, dan malas.
5. Tidak mempedulikan kesehatan diri.
6. Suka mencuri untuk membeli narkoba.
Cara pencegahan tindak penyalahgunaan obat terlarang:
Adanya dampak negatif atau bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian obat terlarang baik bagi diri sendiri maupun orang lain perlu diminimalisir. Pencegahan dini yang perlu dilakukan adalah mulai dari keluarga, karena keluarga merupakan sumber pendidikan yang pertama dan utama. Berbagai alasan pengguna memakai obat tersebut, sangat bervariatif mulai dari kurangnya kasih sayang sampai terpengaruh bujukan teman.
Pengunaan obat terlarang tersebut sudah melanggar hukum, agar generasi muda tidak semakin terjerumus maka perlu adanya. pencegahan. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain:
a. Melakukan kerjasama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba. Misalnya dengan mengadakan seminar, maupun temu wicara antara gerakan anti narkoba dengan para pelajar, penyuluhan kepada masyarakat umum maupun sekolah-sekolah mengenai bahaya narkoba.
b. Mengadakan razia mendadak secara rutin. Razia ini perlu dilakukan agar para pengedar, pengguna dapat terjaring disaat tanpa mereka ketahui (saat transaksi jual beli obat terlarang). Razia dapat dilakukan di sekolah, diskotik, pub malam, cafe, maupun tempat-tempat sunyi yang diduga sebagai tempat transaksi.
c. Pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Salah satu penyebab banyaknya remaja terus dalam pemakaian obat terlarang adalah kurangnya kasih sayang dari keluarga, sebab mereka berpikir tidak perlu lagi ada beban pikiran keluarga ketika mereka memakai obat tersebut.
d. Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba sering terjadi di sekitar lingkungan sekolah.
e. Pendidikan moral dan keagaaman harus lebih ditekankan kepada siswa, karena salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagaaman yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seperti ini pun akhimya mereka jalani.
Solusi atau cara mengatasi tindak penyalahgunaan obat terlarang
Pemakaian obat terlarang semakin marak terjadi di masyarakat baik oleh kalangan pelajar maupun orang tua. Himpitan ekonomi, tekanan keluarga, ketidakpuasan merupakan pemicu untuk adanya tindakan ini. Berbagai cara ditempuh untuk mencegah tetadinya tindak penyalahgunaan obat ini. Namun, apabila sudah tidak dapat dicegah, maka cara mengatasilah yang merupakan pilihan utama untuk keluar dari penggunaan obat ini.
Berbagai solusi ataupun cara mengatasi yang dapat ditempuh baik oleh individu itu sendiri, keluarga, masyarakat (institusi) antara lain:
a. Membawa anggota keluarga (pemakai) ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
b. Pembinaan kehidupan beragama, baik di sekolah, keluarga dan lingkungan.
c. Adanya komunikasi yang harmonis antara remaja dan orang tua, guru serta lingkungannya.
d. Selalu berperilaku positif dengan melakukan aktivitas fisik dalam penyaluran energi remaja yang tinggi seperti berolah raga.
e. Perlunya pengembangan diri dengan berbagai program/hobi baik di sekolah maupun dirumah dan lingkungan sekitar.
f. Mengetahui secara pasti gaya hidup sehat sehingga mampu menangkal pengaruh atau bujukan memakai obat terlarang.
g. Saling menghargai sesama remaja (peer group) dan anggota keluarga.
h. Penyelesaian berbagai masalah di kalangan remaja/pelajar secara positif dan konstruktif.
12. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk menyampaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan.
Tujuan pendidikan yaitu diharapkan individu mempunyai kemampuan dan keterampilan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan meningkatkan perannya sebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga masyarakat, warga negara, dan makhluk Tuhan dalam mengisi pembangunan.
Tingkat kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa pada hakekatnya ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperoleh. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan melahirkan individu yang baik dan berkualitas Pula. Sebaliknya apabila pendidikan yang diperoleh tidak baik dan tidak berkualitas, maka hal ini akan berdampak terhadap kualitas SDM yang dibangun.
Era baru dalam reformasi dewasa ini memerlukan SDM yang berkualitas dan profesional serta tangguh dan ulet. Namun pada kenyataannya semua itu masih jauh dari harapan. Dari laporan PBB untuk Program Pembangunan atau UNDP tentang keberhasilan pembangunan yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI), posisi Indonesia berada pada posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain dan cenderung memburuk setelah krisis ekonomi tahun 1998. Pada tahun 2001, HDI Indonesia mencapai urutan ke-109 dan turun lagi ke urutan 112 pada tahun 2003 dan 111 pada tahun 2004 dari 177 negara di dunia. Posisi HDI yang tidak cukup baik dan buruk tersebut memperlihatkan kualitas SDM bangsa Indonesia yang diukur dari aspek pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
Peningkatan pendidikan bagi perempuan merupakan keharusan yang tidak dapat dielakkan demi mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Analisis gender dalam pembangunan pendidikan di tingkat nasional menemukan adanya kesenjangan gender dalam pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat SMK dan perguruan tinggi, namun lebih seimbang pada tingkat SD, SMP, dan SMU. Kecenderungannya adalah semakin tinggi jenjang pendidikan, maka makin meningkat kesenjangan gendernya.
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia termasuk tertinggi di kawasan Asia, yakni 307/100.000 kelahiran. Reformasi yang sudah lama berjalan tidak memperbaiki persoalan perempuan Indonesia. Kasus kekerasan, perdagangan, tekanan budaya dan adat istiadat, rendahnya pendidikan, serta dominasi kaum pria dalam rumah tangga masih terjadi.
Propinsi penyumbang kasus kematian ibu melahirkan terbesar ialah Papua 730/100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370/100.000 kelahiran, Maluku 340/100.000 kelahiran, dan Nusa Tenggara Timur 330/100.000 kelahiran. Jumlah tersebut tidak Jauh berbeda dari masa Orde Baru. Reformasi yang terjadi hampir enam tahun tidak mampu memperbaiki sejumlah kasus yang menimpa kaum perempuan terutama ibu melahirkan.
Kasus kekerasan dalam keluarga, penganiayaan, tekanan budaya dan adat istiadat, pendidikan rendah, dan dominasi pria dalam rumah tangga masih menimpa sebagian besar perempuan.
Faktor sosial budaya juga menjadi salah satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan gizi kaum perempuan. Di NTB, misalnya, masyarakat bisa membiayai naik haji dan membeli tanah tetapi tidak mampu memberi makan yang bergizi kepada ibu sedang hamil. Kondisi kesehatan ibu dan anak bagi sangat buruk, tetapi tidak diperhatikan karena dinilai bukan kebutuhan mendesak.
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri.
13. Upah
Fenomena perempuan bekerja bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita. Sejak jaman purba ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan meramu, seorang isteri sesungguhnya sudah bekerja sementara suami pergi berburu, ia di rumah bekerja menyiapkan makanan dan mengelola hasil buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi keluarga. Karena sistem perekonomian yang berlaku pada masyarakat purba adalah sistem barter, maka pekerjaan perempuan meski sepertinya masih berkutat di sektor domestik namun sebenamya mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Sebenarnya tidak ada perempuan yang benar-benar menganggur, biasanya para perempuan juga memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya entah itu dengan mengelola sawah, membuka warung di rumah, mengkreditkan pakaian dan lain sebagainya. Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa perempuan dengan pekerjaan di atas bukan termasuk kategori perempuan bekerja. Hal ini karena perempuan bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran, padahal dimanapun dan kapanpun perempuan itu bekerja, seharusnya tetap dihargai pekerjaannya. Jadi tidak semata dengan ukuran gaji atau waktu bekerja saja.
Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan perempuan di sektor manapun selalu dicirikan oleh "skala bawah" dari pekerjaan perempuan. Masalah umum yang dihadapi perempuan di sektor publik adalah kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak memiliki keamanan kerja. Perlu digarisbawahi disini adalah bahwa kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Dari kalangan pengusaha sendiri, terdapat referensi untuk mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu karena upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Perempuan dari strata menengah ke bawah, bekerja disektor publik kebanyakan atas dorongan kebutuhan ekonomi. Sedangkan bagi perempuan dari strata menengah ke atas, bekerja bagi mereka adalah bagian dari aktualisasi diri. Hal ini selain terkait dengan semakin terbukanya peluang bagi perempuan untuk memasuki sektor-sektor yang pada awalnya diperuntukkan hanya untuk laki-laki. Semakin banyaknya perempuan berpendidikan yang berkeinginan untuk aktif di sektor publik merupakan konsekuensi logis dari terbukanya peluang yang lebih besar bagi anak perempuan untuk bersekolah.
Bagi perempuan yang bekerja sebagai pegawai swasta maupun sebagai pegawai negeri, diskriminasi upah sering kali lebih tersamar, meskipun pengupahan (termasuk tunjangan) pegawai negeri tidak lagi membedakan pegawai perempuan dan laki-laki, disektor swasta diskriminasi masih terjadi meskipun besar upah pokok antara pegawai laki-laki dan perempuan sama namun komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara pegawai perempuan dan laki-laki. Seorang pegawai perempuan apakah berstatus menikah atau lajang tetap dianggap lajang. Seorang pegawai perempuan yang berstatus menikah, karena dia perempuan tidak mendapat tunjangan suami atau anak. Demikian juga tunjangan kesehatan hanya diberikan kepada dirinya sendiri, dengan demikian perhitungan komponen tunjangan total penghasilan pegawai laki-laki dan perempuan berbeda jumlahnya untuk pekerjaan yang sama.
Selain persoalan upah, dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki, perempuan di sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena ideologi patriarkis yang dominan. Hal ini diindikasikan dengan minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi pengambil keputusan dan posisi strategis lainnya baik di sektor pemerintah maupun di sektor swasta.
Dari gambaran persoalan di atas dapat dilihat telah terjadi pula pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan yang ditandai perbedaan upah serta ketidaksamaan akses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk akses terhadap program-program pelatihan pengembangan karir.
Permasalahan hak bekerja bagi perempuan
UU No. 7 tahun 1984, pengesahan dari ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (convention on the elimination of all forms of discrimination against women), Pasal 11:
a. Bagi negara-negara peserta wajib membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita di lapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
1) Hak untuk bekerja sebagai hak azasi manusia.
2) Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai.
3) Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk promosi, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas kerja, hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan ulang lanjutan.
4) Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk perlakuan yang sama, maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan.
4) Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti yang dibayar.
5) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.
b. Untuk mencegah diskriminasi terhadap wanita atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka untuk bekerja, negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat:
1) Untuk melarang, dengan dikenakan sanksi pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar status perkawinan
2) Untuk mengadakan peraturan cuti hamil dengan bayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula
3) Untuk menganjurkan pengadaan pelayanan yang perlu guna memungkinkan para orang tua, menggabungkan kewajibankewajiban dengan tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat, khususnya meningkatkan pembentukan dan pengembangan suatu jaringan tempat-tempat penitipan anak;
4) Untuk memberi perlindungan khusus kepada kaum wanita selama kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka;
c. Perundang-undangan yang bersifat melindungi sehubungan dengan hal-hal yang tercakup dalam pasal ini wajib ditinjau kembali secara berkala berdasar ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta direvisi, dicabut atau diperluas menurut keperluan.
Tahun 1957, pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No. 100, disahkan melalui UU No. 80 tahun 1957, tentang Pengupahan yang Sama Bagi Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya. Artinya juga tidak dibenarkan adanya diskriminasi upah bagi buruh perempuan. Peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1981. Perlindungan Upah dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, keduanya secara explicit tidak mengatur anti diskriminasi upah bagi buruh perempuan.
UU No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Pasal 45: " hak wanita dalam undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia (HAM); Pasal 49:
a. "Wanita berhak untuk memilih, dipilih diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan”
b. "Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan dan profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya berkenaan dengan reproduksi wanita".
c. "Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum".
UU No. 11 Tahun 2005, pengesahan ratifikasi Kovenan tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB).
Bagian III mencantumkan jaminan atas hak-hak warga negara, yaitu:
a. Hak atas pekerjaan;
b. Hak untuk mendapat program pelatihan,
c. Hak untuk mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik;
d. Hak membentuk serikat buruh;
e. Hak untuk menikmati jaminan sosial, termasuk asuransi sosial;
f. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan;
g. Hak atas standard hidup yang layak, termasuk pangan, sandang dan perumahan;
h. Hak terbebas dari kelaparan;
i. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi;
j. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-cuma;
k. Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya.
Fakta di lapangan
a. Buruh/pekerja perempuan selalu dianggap berstatus lajang, meski telah berkeluarga mempunyai anak dan suaminya tidak memperoleh jaminan sosial apapun. Karena berstatus lajang maka buruh/pekerja perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga maupun jaminan sosial bagi suami dan anak-anaknya. Padahal semua UU yang mengatur menyatakan non diskriminasi, ternyata masih sangat sulit diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
b. Potongan pajak penghasilan bagi buruh pekerja perempuan lebih besar daripada laki-laki lantaran buruh perempuan berstatus lajang, bukan kepala rumah tangga, walaupun pada kenyataannya suaminya sedang tidak bekerja.
c. Jaminan sosial, UU No. 3 tahun 1992, tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 16 jelas mengatur "tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan". Toh pada kenyataannya tidak mudah diakses, hingga saat ini dan masih memerlukan perjuangan. Keluarga buruh pekerja perempuan selalu miskin karena, peraturan perundangan tidak jalan.
d. Pengupahan, kalau sampai batas Upah Minimum Regional/ Propinsi/ Kabupaten/Kota masih sama untuk pekerjaan yang sama nilainya antara laki-laki dan perempuan. Tetapi kalau sudah lebih dari UM tersebut mulal perbedaan atas nama jabatan, tunjangan keluarga, dan alasan lainnya.
e. Promosi jabatan perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan. Perempuan pada umumnya masuk kerja di sektor industri padat karya seperti perusahaan garmen, sepatu, rokok, elektronik. Sektor industri ini tidak kerja yang profesional, namun cukup dengan ketekunan, lama-kelamaan menjadi terampil. Sistem kerja hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahun-tahun. Para perempuan yang hanya berpendidikan SD dan bahkan buta huruf pun dapat bekerja disitu. Itu salah satu alasan mengapa sulit memperoleh promosi jabatan selain budaya patriarkhi tentunya.
f. Training, selain pada saat masuk kerja tidak ada lagi training bagi buruh/pekerja perempuan, ini pun utamanya di perusahaan tekstil pemintalan dan elektronik, di garmen tidak ada training.
g. Usia kerja, para buruh perempuan yang sudah berusia 40 tahun di usik terus oleh pihak pengusaha agar tidak tahan lagi bekerja kemudian mengundurkan diri dan diganti oleh tenaga kerja perempuan yang baru lulus sekolah baik SMP, SMU dan masih lajang. Praktek ini sulit dibendung karena pada kenyataannya kesempatan kerja lebih sedikit jika dibanding dengan minat kerja.
h. Hak normatif, untuk mendapatkan hak normatif pun masih perlu perjuangan. Apalagi hak cuti haid masih sangat sulit. Cuti hamil dapat diambil tetapi tidak mendapat upah dan masih ada bentuk lain pelanggaran. Pengalaman kami ada Ketua Unit Kerja yang di PHK hanya karena memperjuangkan hak cuti haid anggotanya. Peraturan perundangan yang telah diterbitkan oleh Negara belum ada yang secara explisit mengatur perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Berarti nasib PRT lebih parah lagi, jika kita lihat pekerja/buruh formal saja masih perlu perjuangan untuk mendapatkannya, apalagi bagi PRT yang belum ada perlindungannya.